Kamis, 05 April 2012

Provinsi Cirebon ?


MENYIKAPI semangat Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon (P3C) yang mengajak 5 daerah di Wilayah Jabar III, yakni Kotamadya Cirebon, Kabupaten Cirebon,  Indramayu, Majalengka dan Kuningan untuk bergabung membentuk Provinsi Cirebon memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat, sungguh luar biasa. Berbagai upaya dilakukan, mulai penyampaian aspirasi dan presentasi (tentunya menurut versi P3C) di hadapan anggota DPRD Kuningan, hingga ‘menggiring’ beberapa ormas dan LSM.
Fenomena yang cukup menarik ketika adanya pengerahan massa dari Cirebon, Indramayu dan Majalengka. Termasuk diantaranya Parade Nusantara Kuningan (organisasi perangkat desa) meskipun ketuanya yang merupakan Kades Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, sedang menjalani pemeriksaan oleh pihak berwajib terkait masalah keuangan desa yang disinyalir ‘tidak tertib administrasi’. 
Saat ini Komisi A DPRD Kuningan sedang membahas persoalan tersebut. Sikap hati-hati para wakil rakyat di Kabupaten Kuningan dalam mengeluarkan keputusan merupakan bentuk tanggungjawab dan amanahnya sebagai wakil rakyat yang dipilih di Pemilu Legislatif 2009. Apalagi DPRD merupakan lembaga kolektif kolegial, sehingga segala keputusan harus disepakati bersama dan mengacu kepada prosedur serta mekanisme. Bahkan baru-baru ini telah melakukan studi banding ke Pemprov Banten untuk mengetahui perbandingan sebelum dan sesudah memisahkan diri dari Jawa Barat.   
Tahapan pemekaran tidak semudah membalikkan telapak tangan, harus berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan. Perlu kajian yang komprehensif dan terintegral. Misalnya data Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) masyarakat dan Neraca APBD di 5 daerah merupakan salah satu indikator penting. Draft estimasi ‘APBD Provinsi Cirebon’, harus obyektif dan realistis. Kemudian, aspek ekonomi, kewilayahan, sosial dan budaya harus dianalisa secara sistematis, kredibel, akuntabel serta akseptabel. Data P3C harus mencerminkan realita dan bisa dipertanggungjawabkan. Jika salah mengambil keputusan, maka yang menjadi korban adalah rakyat !.
Mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 pengganti PP No. 129 Tahun 2000, syarat administrasi harus ditempuh, bukan hanya sesuai keinginan masyarakat, tetapi juga ada kesepakatan dari para kepala daerah. Misalnya di Wilayah Jabar III, meliputi Kotamadya Cirebon,  Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan. Keputusan harus dari dua lembaga, yaitu DPRD dan bupati atau walikota. Jika salah satu setuju sedangkan lainnya menolak, maka batal demi hukum. Seperti terjadi di Kabupaten Majalengka, bupatinya dengan tegas menolak bergabung dengan Provinsi Cirebon.
Dan yang membuat ketar-ketir P3C yaitu munculnya moratorium dari Pemerintah Pusat mengenai penangguhan atau penundaan pemekaran wilayah provinsi hingga tahun 2014. Sebuah keputusan tingkat tinggi yang konon berdasarkan studi kelayakan terhadap wilayah yang telah mengalami pemekaran ternyata kesejahteraan masyarakatnya tidak lebih baik dari sebelumnya. Bahkan di DPRD Kuningan akhir-akhir ini beredar rumor, pembentukan Provinsi Cirebon sangat kental dengan nuansa politis. Nah kalau sudah begitu, so what ?
Berdirinya Provinsi Cirebon tidak matching dengan agenda ‘Kuningan Summit’ (kerjasama 8 daerah di perbatasan Provinsi Jabar-Jateng, Kabupaten Kuningan, Cirebon, Majalengka, Indramayu dan Kotamadya Cirebon serta Kabupaten Ciamis, Brebes dan Cilacap) yang sudah dideklarasikan dan diapresisasi Pemerintah Pusat c/q Kementerian Dalam Negeri RI. Pertanyaannya : benarkah Provinsi Cirebon untuk perubahan kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Ciayumajakuning ?. Apakah hanya bargaining position para elit politik yang menempatkan masyarakat sebagai komoditas politik ?.
Pembentukan Provinsi Cirebon perlu analisa ilmiah, komprehensif dan terintegral berdasarkan kajian para pakar sesuai bidang akademisnya. Disamping itu pula, diperlukan input dan output masyarakat terhadap berdirinya Provinsi Cirebon. Tahap pertama bisa melalui jajak pendapat atau polling oleh lembaga survey nasional bekerjasama dengan seluruh perguruan tinggi di Wilayah Jabar III. Bila memungkinkan dilakukan referendum rakyat Ciayumajakuning sebagai upaya akhir dari sebuah opsi untuk menentukan masa depan mereka.   
*) Penulis Wartawan Seputar Jabar di Kuningan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar