Rabu, 28 November 2007

Kadisdik Kuningan Lakukan Kebohongan Publik



KUNINGAN (SJB).- Kepala Dinas Pendidikan (Disdik, red) Kabupaten Kuningan, Drs. H. E. Kuswandy. A. Marfu, M.Pd, dinilai telah melakukan kebohongan publik terkait penentuan harga atap baja ringan dalam Program Rehabilitasi Gedung SD/MI yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK, red) Bidang Pendidikan APBD Kuningan Tahun Anggaran 2007. Hal itu disampaikan Koordinator Komite Masyarakat Peduli DAK Kuningan atau KOMPAK, Yusup Dandi Asih bersama puluhan pendemo dihadapan anggota Komisi D DPRD Kab. Kuningan, Drs. H. R. Didi Mulyadi dan anggota Komisi A, Rudi Iskandar SH, saat digelar aksi demo damai bertempat di Ruang Utama Gedung DPRD Kabupaten Kuningan, belum lama ini.

    Dijelaskannya, Disdik Kabupaten Kuningan diduga kuat telah melakukan mark up pengadaan atap baja ringan untuk pembangunan fisik dan rendahnya kualitas barang meubeulair serta dugaan korupsi dan kolusi pengadaan alat peraga dan buku sekolah. Oleh karena itu, menurutnya, akan sangat bijak apabila Bupati Kuningan menunda pencairan uang termin ke 3 program non fisik DAK SD/MI Tahun 2007 sampai adanya tindakan hukum terhadap oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab sesuai dengan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Kendati ada perubahan harga satuan atap baja ringan, semula 200.000 per meter menjadi 159.800 per meter dan itupun setelah adanya sorotan masyarakat dan aparat penegak hukum, terangnya, namun penurunan harga tersebut tetap dianggap mahal mengingat masih banyak pengusaha baja ringan bersedia memberikan harga lebih murah yakni 145.000 per meter sudah termasuk pajak.  

    Disdik Kuningan, lanjutnya, telah melanggar aturan dalam pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membangun sekolah, karena tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 bagian IV Bab 27 C arah kebijakan Nomor 19 dan dipertegas pada butir D program-program pembangunan nomor 21. Menurutnya, DAK pembangunan pendidikan mestinya dikelola oleh komite sekolah, baik dana dari pusat maupun dana pendamping dari APBD Kuningan.

    ”DAK bidang pendidikan seharusnya dilaksanakan secara swakelola, artinya direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri dengan melibatkan komite sekolah dan masyarakat sekitar sekolah,” paparnya. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional omor 4 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Pel;aksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2007. Namun yang terjadi di Kabupaten Kuningan, tambahnya, pelaksanaan pekerjaan rehabilitasi sekolah termasuk atap baja ringan, dikelola oleh Dinas Pendidikan dengan melibatkan Dinas Cipta Karya Kabupaten Kuningan.

    Disamping itu, masih kata Yusup, Disdik Kuningan telah melakukan proses verifikasi perusahaan dalam pengadaan buku dan komputer serta alat peraga. Hal itu jelas melanggar Juknis Permendiknas Nomor 4 Tahun 2007, karena proses verifikasi jelas-jelas tidak tercantum dalam peraturan dimaksud. Dengan demikian, DPRD Kabupaten Kuningan harus melakukan tindakan dan pengawasan serius terhadap praktek yang merugikan masyarakat. ”Disdik Kuningan telah melakukan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, karena bertentangan dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Kabupaten Kuningan,” harapnya.

    Mendengar aspirasi dari Komite Masyarakat Peduli DAK Kuningan (KOMPAK), Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Kuningan, Drs. H. R. Didi Mulyadi, menyatakan bahwa dirinya bersama dengan anggota Komisi D telah melakukan pengawasan secara langsung di beberapa sekolah penerima DAK Tahun 2007 dan akan memanggil dinas terkait bilamana ditemukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. (dadang hendrayudha).

Ormas & LSM Meminta : Usut Tuntas ADD Gate



KUNINGAN (SJB).- KENDATI oknum sekdes Cileuya MK (37) telah dipanggil oleh Komisi A DPRD Kabupaten Kuningan terkait adanya dugaan penggelapan ADD bantuan dari Pemkab Kuningan, namun hal itu tetap mengundang reaksi dari berbagai kalangan. Pasalnya DPRD Kuningan hanya menyarankan agar oknum yang bersangkutan mengembalikan ADD yang disinyalir dipakai untuk kepentingan pribadi, paling lambat 30 Nopember 2007. Pemanggilan yang disaksikan Kades Cileuya, Yuswandi Idris, Mantan Camat Cimahi, Indra Susanto BA,  Camat Cimahi Suparman S.Sos, Kabag Pemdes Setda Kuningan, Agus Sumitra, S.Sos dan Kepala Bawasda Yeddi Chandra. S, SH, MH, merupakan bentuk penyelesaian damai.

    Tidak kurang Ketua LSM YBBP Kabupaten Kuningan, Muliawan Ahmadi, SE, ketika ditemui SJB mengatakan, upaya penyelesaian tidak hanya bersifat perdata saja namun termasuk tindak pidananya. Sehingga dirinya meminta kepada aparat penegak hukum dapat menindaklanjuti kasus ADD dimaksud dan diselesaikan secara tuntas serta tidak memberikan angin segar kepada pelaku tindak pidana korupsi di Kabupaten Kuningan, terutama yang dilakukan oleh lembaga pemerintah.

Menurutnya, setiap orang khususnya pengelola atau pemegang adminitrasi keuangan dan anggaran bisa melakukan tindakan serupa dimanapun mereka menjabat, karena bagi siapapun yang telah melakukan tindakan korupsi atau penyalahgunaan wewenang, dengan mudah bisa diselesaikan secara damai. Dengan kata lain, pelaku hanya diminta untuk bersedia membuat surat pernyataan mengganti atau menggembalikan uang tersebut. “Negara Indonesia adalah negara hukum yang mempunyai perangkat hukum sesuai dengan tupoksinya masing-masing, namun penegakan supremasi hukum masih bisa dilakukan secara damai,” terangnya.  Hal itu, tambahnya, bertentangan dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ditempat terpisah, Wakil Ketua GIBAS Resort Kuningan, Toto Rahdian, kepada SJB mengungkapkan, dirinya sependapat jika pelaku tindakan korupsi atau kasus penyelewengan dan penggelapan uang negara diselesaikan secara tuntas sesuai prosedur hukum yang berlaku. “Selesaikan kasus ADD dengan tuntas, bila tidak, maka akan menjadi preseden buruk bagi aparat penegak hukum di Kabupaten Kuningan,” tandasnya.   

Seperti yang diberitakan SJB sebelumnya, oknum sekdes Cileuya MK (37) diduga kuat telah melakukan tindak pidana penggelapan ADD sebesar 64.000.000 rupiah ditambah uang kinerja 7.500.000 rupiah dan retribusi 1.600.000 rupiah yang disinyalir telah disalahgunakan untuk foya-foya. Dari total ADD yang diterima MK, hanya 2.150.000 rupiah saja yang dibayarkan kepada para perangkat desa sebagai uang kinerja yang bersumber dari ADD 1. 

Disamping itu pula, MK diduga telah memalsukan tandatangan para Kepala Dusun dan Perangkat Desa terkait dilangsungkannya Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) ADD semester 1 dan memanipulasi uang bantuan pembangunan dari Gubernur Provinsi Jawa Barat sebesar 7,5 juta rupiah. Bahkan oknum sekdes Cileuya tersebut telah berani menjual tanah bengkok seluas 5 hektare tanpa sepengetahuan dan persetujuan tokoh masyarakat setempat. Perbuatan MK, dilakukan selama kurun waktu Bulan April hingga September 2007, saat itu masih menjabat sebagai Pjs Kades Cileuya, Kecamatan Cimahi Kabupaten Kuningan. (dadang hendrayudha).