Selasa, 29 November 2011

Markus, Marmut & Marwan


 *)Dadang Hendrayudha

Anda mungkin masih ingat dengan istilah Markus (makelar kasus) yang sempat populer dan ‘booming’ media massa, baik cetak maupun elektronik. Markus biasanya memanfaatkan koneksitas hukum, mulai tingkat penyidik, kejaksaan hingga pengadilan.

Penegakan supremasi hukum hanya sebatas retorika karena ‘dinodai’ maraknya praktek penyuapan dan gratifikasi agar proses hukum bisa di-86-kan atau di-SP3-kan mirip pagelaran wayang golek : ‘tutup lawang sigotaka’.



Selain markus, kini muncul Marmut yang hidup bagai parasit di lingkungan birokrasi atau penyelenggara pemerintahan.  Marmut adalah istilah makelar mutasi yang modus operandinya mengatur penempatan pejabat PNS pada posisi jabatan tertentu.

Anehnya, kehadiran marmut sangat dinantikan oleh calon korbannya. Kendati harus merogoh koceknya untuk memperlancar proses mutasi, rotasi dan promosi jabatan, namun hal itu dianggap lumrah.

Pejabat eselon II di lingkungan dinas atau instansi diberikan kewenangan untuk mengatur proyek pembangunan (fisik non fisik) yang pagu anggarannya di bawah 100 juta rupiah. Sehingga uang ‘pelicin’ yang diberikan kepada marmut, dianggap tidak masalah, toh nanti juga akan kembali modal.

Celakanya lagi, akhir-akhir ini muncul Marwan. Apa itu ?, mereka adalah oknum yang mengaku sebagai wartawan / pers yang menjadi backing oknum pejabat pemerintah agar kasusnya tidak diekspos. Marwan bagaikan “gladiator romawi” dan bersikap seperti “pahlawan kesiangan” dengan cara mengintimidasi jurnalis lainnya.

Markus, marmut dan marwan, hanya sebuah istilah. Penulis tidak bermaksud mendiskreditkan seseorang, namun sebagai manusia, apapun jenis pekerjaannya harus ditunjang pendidikan, pengalaman dan ‘ngukur ka kujur’ agar tidak menyalahi tupoksinya.

Apakah anda termasuk kategori markus, marmut dan marwan ?, jawabanya : anda sendiri yang tahu.

**) Penulis, wartawan Seputar Jabar di Kuningan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar