Rabu, 25 April 2007

Jaringan Listrik Pedesaan Kab. Kuningan Diduga Bermasalah

KUNINGAN (SJB).- Program Jaringan Listrik Pedesaan yang diperuntukan bagi keluarga Pra KS dan KS 1 di Kabupaten Kuningan, diduga bermasalah. Pasalnya, program jaringan listrik pedesaan (lisdes, Red) yang bertujuan untuk membantu meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat kecil tersebut, implementasinya banyak mengalami penyimpangan. Tidak sedikit Kepala Keluarga Pra KS dan KS 1 diperdaya oleh oknum yang memanfaatkan program dimaksud untuk kepentingan pribadi .



Program Jaringan Listrik Pedesaan merupakan bentuk kepedulian dari pemerintah untuk membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama Keluarga yang termasuk kedalam kategori Pra KS dan KS 1 seiiring dengan digulirkannya Program Pendanaan Kompetisi Akselerasi Indeks Pembangunan Manusia, disingkat PPK IPM, oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang meliputi Bidang Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi/daya beli, dengan pendanaan bersumber dari APBD Kabupaten dan APBD Propinsi Jawa Barat mulai Tahun Anggaran 2005 dengan ploting anggaran masing-masing 1,4 juta rupiah per rumah untuk biaya pemasangan 1 paket atau 450 VA.

“Program Jaringan Pedesaan tersebar dibeberapa Wilayah Kecamatan, diantaranya Kecamatan Cibingbin, Cilebak,   Subang, Salajambe dan Darma. Kemudian, Kecamatan Garawangi, Ciwaru, Cidahu, Maleber dan Ciawigebang serta Japara dengan jumlah usulan pemasangan yang sudah terealisasi 1.557 rumah. Sedangkan di Tahun 2007 ini, masih dalam tahap pendataan,” ungkap Kabag Ekonomi, Uca Somantri, M.Si, didampingi Kasubag Pengembangan Potensi Dan Investasi Daerah, Rukmadi Wirya, SH kepada SJB di ruang kerjanya.     

Dikatakannya, program PPK IPM, merupakan komitmen kuat Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat untuk mengakselerasikan pencapaian kesejahteraan masyarakat Jawa Barat dengan target IPM 80 di Tahun 2010. Variabel yang ingin dicapai meliputi Bidang Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi atau daya beli. Dengan adanya program Listrik Pedesaan, ketiga variabel tersebut mempunyai korelasi yang sangat kuat. Misalnya bidang kesehatan, bagi masyarakat yang tadinya mempergunakan cempor (Lampu minyak, Red) sebagai alat penerangan yang tanpa disadari bisa menimbulkan gangguan bagi pernapasan, maka dengan adanya penerangan listrik akan mengurangi dampak buruk yang diakibatkan oleh polusi udara dari asap api lampu minyak. Sehingga masyarakat akan hidup  lebih sehat sesuai dengan indikator AHH (Angka Harapan Hidup) dan ABT (Angka Beban Tanggungan)  

Lebih lanjut, diungkapkan, di bidang pendidikan misalnya, sesuai dengan Program Wajar Dikdas 9 Tahun yang mencakup 2 indikator AMH (Angka Melek Hurup) dan RLS (Rata-rata Lama Sekolah) serta APM (Angka Partisipasi Sekolah), kemudian IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Sedangkan di bidang ekonomi, sejalan dengan indikator yang meliputi PPP (Purchasing Power Parity/Daya Beli) dan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) serta TPT (Tingkat Penggangguran Terbuka).
Namun sayang, Pra KS dan KS 1 yang seharusnya dibantu agar kehidupannya lebih meningkat, justru dijadikan obyek atau ajang bisnis oleh oknum yang berlindung atas nama program pemerintah. Pantauan SJB di lapangan, menemukan keganjilan dari pelaksanaan Program Jaringan Listrik Pedesaan atau lisdes.

Keganjilan dimaksud berawal dari akurasi data yang diperoleh tentang pendataan keluarga Pra KS dan KS 1 yang tidak tepat. Kemudian adanya upaya untuk meraup keuntungan yang dilakukan oleh oknum tertentu.
Seperti yang terjadi di Blok Wage, Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan. Di daerah tersebut, terdapat 2 rumah yang saling berdekatan satu sama lainnya dengan kondisi pisik bangunan serta status ekonomi yang sama yakni tergolong Pra KS. Sebut saja, Warsam (36), pada Tahun 2005/2006, rumahnya didata oleh Pemerintah Desa setempat kemudian mendapat pemasangan jaringan listrik pedesaan secara gratis. Sedangkan tetanggangnya, Dadang (24),  rumah yang ditempatinya tidak terdata sehingga tidak mendapatkan pemasangan listrik gratis.  Bagi keluarga Pra KS dan KS 1 yang tidak terdata pada tahap pertama, maka akan dilayani pada pemasangan listrik tahap kedua.

Pemasangan listrik tahap kedua inilah yang menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan, karena keluarga Pra KS dan KS 1 harus memberikan sejumlah uang kepada Panitia Pemasangan Listrik Swadaya dengan memungut biaya pemasangan listrik pedesaan tidak rasional. Biaya yang harus dikeluarkan oleh keluarga Pra KS maupun KS 1 untuk bisa memperoleh pemasangan listrik baru 1 paket (450 VA) sebesar 875.000 rupiah, bahkan lebih tergantung pada jauh dekatnya lokasi rumah dengan tiang listrik. Sedangkan tarif resmi yang diberlakukan PLN untuk pemasangan 1 paket (450 VA) hanya 186.450 rupiah terdiri dari Biaya Pasang atau BP 135.000 rupiah kemudian UJL 45.450 rupiah serta Materai 6.000 rupiah.

Humas PLN Kabupaten Kuningan, Jamaludin Marpaung, kepada SJB menerangkan, PLN akan menyediakan jaringan listrik pedesaan berdasarkan permintaan dari Pemkab Kuningan sesuai dengan data yang diajukan. “PLN hanya sebagai fasilitator pemasangan listrik, yakni menyediakan jaringan listrik pedesaan atas permintaan Pemkab Kuningan, sedangkan untuk instalasi ke masing-masing rumah dikerjakan oleh pihak ketiga atau rekanan,” terangnya. Lebih lanjut Jamaludin menjelaskan, realisasi jaringan listrik pedesaan pada Tahun 2006 yang bersumber dari pendanaan APBD Kabupaten sebanyak 488 pemasang baru. Sementara dari APBD Propinsi Jawa Barat tercatat 615 pemasangan baru namun hanya 303 yang membayar UJL saja sedangkan KWH dari Pemkab Kuningan.

Sementara itu, Penasehat Kajian Cibening Institute (Cirebon, Brebes, Kuningan, Red) yang juga Ketua Yayasan Bina Bhakti Persada Kuningan, Muliawan Ahmadi, SE, menyesalkan terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh  oknum tertentu terhadap keluarga Pra KS dan KS 1. “Bagaimana mungkin target IPM Propinsi Jawa Barat di Tahun 2010 bisa mencapai angka 80, sementara indikator pendukung  seperti  halnya penerangan listrik kepada masyarakat Pra KS dan KS 1 di Kabupaten Kuningan tidak sesuai dengan harapan program propinsi maupn kabupaten, malah sebaliknya dimanfaatkan sebagai lahan bisnis oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab,” tegasnya.

Ditambahkan Muliawan, transformasi informasi dijajaran birokrasi, khususnya pemerintahan tingkat kabupaten kepada tingkat pemerintahan desa, belum mampu secara  optimal. Padahal, lanjutnya, Pemkab Kuningan, dalam hal ini Bagian Humas, sudah melakukan berbagai macam cara memberikan informasi yang tepat guna dan tepat sasaran, sesuai dengan programnya. Sebagai contoh, Bagian Humas menerbitkan media cetak / bulletin “Purbawisesa” setiap bulannya yang sudah terbit hampir setahun lebih, dengan tujuan untuk dapat menginformasikan bentuk kebijakan pemerintahan pusat ataupun pemerintahan daerah secara efektif dengan tujuan pembangunan yang merata di segala bidang. Namun kenyataannya, informasi yang berkaitan dengan pembangunan maupun kebijakan pemerintah belum mampu diserap secara menyeluruh oleh aparatur di tingkat bawah (Pemerintahan Desa, Red) khususnya.

Lebih lanjut dikatakan, Bagian Ekonomi Pemkab Kuningan sebagai leading sektor Program Jaringan Listrik Pedesaan seharusnya lebih intensif dalam melakukan monitoring dan pengawasan terhadap program yang telah dan sedang dilaksanakan, terutama yang berkaitan dengan program PPK IPM. “Tidak sedikit bantuan pendanaan dari Pemerintah Propinsi maupun Pusat yang diberikan kepada Pemda Kuningan, semata-mata demi kepentingan dan kemajuan masyarakat, sehingga Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Kuningan bukan hanya isapan jempol,” pungkasnya. (deha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar